About

header ads

WIRASWASTA

Wiraswata adalah salah satu kata yang sangat akrab ditelinga kita, disekolah, dirumah, dibuku-buku, dikoran-koran, majalah dan televisi, kata ini seringkali muncul. Bahkan bagi anak-anak sekolah yang tidak tahu jelas profesi orang tuanya akan menulis wiraswasta pada kolom pekerjaan orang tua, ketika guru menyuruh mengisi blanko biodata siswa.
   Wiraswasta erat sekali kaitannaya dalam dunia usaha/bisnis, namun tak banyak yang mengerti hakikat dari kata wiraswasta. Secara etimologis wiraswasta berasal dari tiga kata yaitu wira, swa, dan sta. Masing-masing berarti; wira adalah manusia unggul, berani, teladan, berbudi luhur, pahlawan, berjiwa besar, dan memiliki keagungan watak; swa berarti sendiri; dan sta artinya berdiri, mantap, kukuh. Jadi wiraswasta bisa diartikan sebagai orang yang unggul dan berani yang mampu memecahkan masalah kehidupannya dengan kekuatan yang ada pada dirinya sendiri.
Untuk menjadi seorang wiraswasta, sikap mental berani tetapi dengan perhitungan yang matang dan perolehan pendidikan formal juga sangat membantu. Tetapi menurut penelitian para ahli, keberhasilan seseorang yang ditentukan oleh pendidikan formal hanya sebesar 15%, dan selebihnya 85% ditentukan sikap mental dan kepribadian. Oleh karena itu, pendidikan disekolah kita, SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi yang selama ini sangat mengagungkan transfer ilmu pengetahuan dan iming-iming kemudahan mendapat pekerjaan apabila lulus dengan nilai tinggi, tanpa mengimbanginya dengan pendidikan mental yang juga sangat penting, telah membawa generasi baru kepada kematian kreativitas dan mengarah kepada kepengangguran yang berkepanjangan. Yang lebih ironis, bagaimana saat ini media cetak dan elektronik setiap hari memberitakan tentang tawuran dan perkelahian antar para pelajar/mahasiswa, demo yang selalu berakhir ricuh, apa itu bukan suatu bentuk kegagalan pendidikan mental disekolah. Pribadi-pribadi seperti ini akan sulit untuk bersaing dalam dunia usaha.
      Prof. Dr. H. Buchari Alma menulis pengertian wiraswasta bukanlah teladan dalam usaha pertikelir (swasta), melainkan adalah sifat-sifat keberanian, keutamaan, keteladanan, dan semangat yang bersumber dari kekuatan diri sendiri, baik dalam kekaryaan pemerintahan maupun dalam kegiatan apa saja diluar pemerintahan dalam arti yang menjadi pangkal keberhasilan seseorang.
Namun dewasa ini, wiraswasta telah mengalami pergeseran nilai. Hal itu dibuktikan pada paradigma masyarakat secara umum yang memandang wiraswasta sebagai pekerjaan yang penuh penuh dengan resiko, sehingga masyarakat lebih cenderung untuk mencari aman dalam pekerjaan, misalnya dengan mencari pekerjaan dengan gaji bulanan. Tanpa memandang negatif pada para pekerja, karena ketakutan mereka secara tidak langsung mereka telah menggantungkan nasib pada orang lain. Hal ini sangatlah bertentangan dengan prinsip-prinsip wiraswasta. Sedangkan resiko bagi seorang wiraswasta adalah sebuah tantangan, disinilah peranan skill dan kemampuan mental seorang wiraswasta untuk berpikir bagaimana cara mengatasinya.
Sebuah fakta yang tak bisa kita sanggah kebenarannya, bahwa yang memegang peranan penting dan menjadi tonggak dalam perekonomian Negara kita dan Negara-negara lain didunia ini adalah para wiraswasta. Mulai merubah paradigma dan memberdayakan diri untuk menjadi seorang wiraswasta adalah cara paling bijak dalam menghadapi masa depan. Dalam mempersiapkan diri untuk menjadi seorang wiraswasta, pertama-tama kita harus membangun mental positif dalam diri kita. Sebagai analogi, kita tak mungkin membangun sebuah rumah tanpa membangun pondasinya terlebih dahulu, dan rumah yang besar tentunya memiliki pondasi yang kokoh dan juga lebar. Berikut ini adalah hal-hal yang menjadi dasar seorang wiraswasta:
Jujur
Yang pertama kali harus kita lakukan adalah jujur, jujur terhadap diri sendiri. Berhenti berdalih! Karena dalih adalah dusta yang kita katakan kepada diri sendiri, artinya jangan gunakan fakta-fakta tentang kehidupan kita sebagai alasan untuk melegalkan atau membenarkan ketidakmampuan kita. Karena alasan-alasan itu adalah bagian dari jiwa pecundang kita yang harus kita musnahkan. Kita tak akan pernah bisa jujur pada orang lain jika kita masih terus berdalih dan mencari alasan dalam membenarkan kelemahan, kekurangan, dan kesalahan kita. Bayangkan usaha kita yang pernah maju lalu hancur karena kesalahan kita, dan kita malah mencari alasan untuk membenarkan kesalahan tersebut. Maka kita akan benar-benar hancur untuk selamanya. Nah, apalagi kita baru akan memulai. Tak ada jalan lain kecuali kita jujur terhadap diri sendiri, pahami kelemahan kita, lalu cari informasi bagaimana cara mengatasinya.
  Belajar Dalam Setiap Kesempatan
Pendidikan formal sangat membantu dalam mengembangkan jiwa wirausaha, tetapi tidak terbatas hanya disitu, kapanpun dan dimanapun kita harus pandai-pandai mengambil pelajaran positif atas segala sesuatu. Sebagai contoh, suatu kali kita berbincang dengan seorang yang profesinya adalah mencuri, dari sifat-sifatnya tersebut kita sudah bisa mengambil pelajaran bagaimana cara dia mencuri. Apakah ada manfaat bagi kita? Tentu saja ada, setidaknya kita tahu bagaimana caranya menjaga barang atau harta-harta kita dari pencuri-pencuri macam dia. Namun yang terpenting disini adalah bertambahnya pengetahuan, apapun itu pasti akan bermanfaat. Karena kebaikan dan keburukan menyimpan hikmah dan maknanya tersendiri.
Saya pikir kedua hal tersebut cukuplah untuk kita yang baru memulai, sebab buat apa panjang-panjang apabila membosankan. Hasilnya juga tidak akan maksimal, kita selesaikan dulu pondasinya, baru kita lanjutkan pada tahap yang lebih tinggi. Selamat berjuang!
*sumber : http://arcunoktara.blogspot.co.id/2012/10/wiraswasta.html

Posting Komentar

0 Komentar